Pendidikan adalah hak bagi semua warga negara, termasuk bagi mereka yang berasal dari keluarga ekonomi kelas bawah. Sayangnya, justru kerap kali kita menemukan ada kesenjangan yang makin lama melebar di dalam akses pendidikan tingkat tinggi. Salah satu contohnya program beasiswa kuliah (KIP Kuliah) yang kerap kali tambah dinikmati oleh keluarga yang mampu secara finansial.
Polemik ini mampu kita simak dari beraneka perguruan tinggi bersama dengan program beasiswa yang ditawarkan. Sebenarnya, awal peluncuran beasiswa KIP Kuliah ini bertujuan kepada mereka yang tidak mampu secara ekonomi untuk membantu mahasiswa termasuk mampu mengenyam pendidikan di perguruan tinggi. Namun, di dalam perkembangannya beasiswa ini justru mampu dinikmati oleh mahasiswa yang berasal dari keluarga ekonomi yang mampu secara finansial.
Berdasarkan survei kecil-kecil penulis dan beraneka literasi dari sarana digital, berikut sebagian penyebab kenapa orang kaya termasuk mampu nikmati program beasiswa KIP Kuliah dari perguruan tinggi.
Verifikasi yang tidak ketat terhadap seleksi calon penerima beasiswa
Proses verifikasi dan seleksi calon penerima beasiswa kerap kali tidak ditunaikan secara ketat dan komprehensif. Kriteria penilaian yang cuma berfokus terhadap faktor akademik, justru membuka celah kepada mereka yang mampu secara finansial untuk mampu lolos mendapatkan beasiswa KIP Kuliah.
Parahnya lagi, terkecuali sistem seleksi cuma mencermati terhadap dokumen administrasi yang ditunjukkan selagi lakukan pendaftaran. Jika sistem verifikasi layaknya ini memahami tetap punyai celah yang sangat bonus new member besar untuk mampu disusupi calon penerima yang berasal dari keluarga ekonomi mampu secara finansial.
Pada kenyataannya, banyak mahasiswa yang berasal dari keluarga ekonomi mampu secara finansial mampu mencukupi persyaratan akademik. Mereka yang umumnya berasal dari lulusan sekolah-sekolah favorit bersama dengan layanan pengajaran yang lebih baik ketimbang bersama dengan sekolah-sekolah yang berada di tempat pinggiran atau pedesaan.
Akhirnya, keluarga yang berasal dari ada kekuatan finansial justru mampu merampas peluang bernilai untuk mendapatkan beasiswa di perguruan tinggi. Belum lagi, terkecuali sistem administrasi yang cuma lihat terhadap surat keterangan miskin. Nyatanya, persyaratan administrasi layaknya ini sangat mudah dimanipulasi.
Oleh gara-gara itu, di dalam sistem verifikasi dan seleksi calon beasiswa mesti ada langkah yang ketat bersama dengan menelusuri secara tuntas calon mahasiswa yang berhak mendapatkan beasiswa, mesti memastikan sangat berasal dari keluarga tidak mampu, bukan tambah dari keluarga yang mampu memanipulasi data.
Kurang transparansi dan akuntabilitas bersama dengan dana beasiswa
Proses pemberian beasiswa yang kerap kali tidak transparan, supaya susah bagi masyarakat untuk mengawasi dan memastikan bahwa beasiswa berikut sangat tepat sasaran. Selain itu, pertanggungjawaban dana beasiswa ini termasuk tidak cukup mendapatkan pengawasan secara ketat.
Kriteria penerima beasiswa yang tidak jelas, minimnya verifikasi, lemahnya pengawasan, serta kurangnya keterlibatan masyarakat, justru membawa dampak beasiswa ini mampu dinikmati oleh orang-orang yang mampu secara finansial. Jelas saja, suasana ini menambahkan pengaruh negatif ada program beasiswa yang sejatinya menambahkan akses merata bagi semua masyarakat untuk mampu membuka pendidikan tinggi secara merata.
Adanya praktik korupsi, kolusi dan nepotisme
Seakan bukan dosa terkecuali praktik korupsi dan nepotisme di dalam instansi supaya kerap saja dilakukan, tak terkecuali di lingkup perguruan tinggi di dalam perihal pemberian beasiswa kepada mahasiswa.
Dalam sebagian kasus, orang-orang yang punyai koneksi bersama dengan birokrat universitas justru mengfungsikan celah ini untuk mendapatkan beasiswa, walaupun memang berasal dari keluarga yang mampu secara finansial selagi ada yang lebih berhak mendapatkan.
Bahkan mampu saja mereka menambahkan suap atau mengfungsikan pertalian kekerabatan untuk mendapatkan prioritas. Praktik semacam ini memahami merugikan masyarakat yang tidak mampu dan tidak punyai koneksi ke perguruan tinggi padahal selayaknya jadi tujuan utama mendapatkan beasiswa.
Rendahnya kesadaran masyarakat
Sebenarnya permasalahan ini tidak cuma berasal dari perguruan tinggi, namun termasuk mampu dari masyarakat. Kurangnya kesadaran masyarakat yang mempunyai ekonomi yang cukup, namun justru mereka sibuk termasuk menginginkan mendapatkan beasiswa.
Ya, memang kasus ekonomi tidak ada habisnya dan segala bentuk pemberian tentu tidak ada yang rela menolak. Hanya saja di sini mesti ada kesadaran, bahwa sejatinya beasiswa itu cuma untuk orang miskin bukan mereka yang mempunyai finansial yang cukup. Terlebih lagi, kurangnya pemahaman layaknya apa ukuran finansial supaya mampu dikategorikan sebagai masyarakat yang mampu dan tidak berhak mendapatkan beasiswa dari perguruan tinggi.
Beberapa permasalahan-permasalahan ini selayaknya mampu diberantas. Karena terkecuali tidak, tentu program beasiswa ini makin lama memprihatinkan dan tujuan mulia dari program ini untuk mewujudkan pemerataan akses pendidikan bagi semua lapisan masyarakat justru makin lama susah tercapai.